BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ISTIHSAN,
MASHALAH MURSILAH, URF, ISTISHAB, SADDU ALDARIAH DAN MADZHAB SAHABAT
Sumber fiqh adalah dalil-dalil yang dijadikan
oleh syariat sebagai hujjah dalam pengambilan hukum. Dalil-dalil ini sebagian
disepakati oleh ulama sebagai sumber hukum, seperti Al Quran, Sunnah dan Ijma.
Sebagian besar ulama juga menetapkan Qiyas sebagai sumber hukum ke empat
setelah tiga sumber di atas.
Di
samping itu ada beberapa sumber lain yang merupakan sumber turunan dari sumber
di atas, seperti Istihsan, Masalihul mursalah, Urf, dan lain-lain. Perlu
diketahui bahwa semua dalil-dalil yang ada bersumber dan berdasarkan dari satu
sumber; Al Quran. Karena Imam Syafi'i mengatakan,"Sesungguhnya hukum-hukum
Islam tidak diambil kecuali dari nash Al Quran atau makna yang terkandung dalam
nash." Menurutnya, tidak ada hukum selain dari nash atau kandungan darinya.
Meski, Imam Syafii membatasi maksudnya "kandungan nash" hanya dengan
qiyas saja. Sementara ahli fiqh lainnya memperluas pengertian "kandungan
nash"
Sumber
– sumber hukum islam dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sumber – sumber
pokok ( Alqur’an, Hadist, ijma Qiyas ) dan sumber – sumber turunan , disebut
turunan karena sumber hukum sesungguhnya adalah Aqur’an dan Hadist
Sumber
– sumber hukum turunan ada enam diantaranya adalah :
1.Istihsan
Menurut bahasa istihsan ialah mengambil sesuatu yang baik
, sedangkan menurut segi istilah istihsan ialah memeperbandingkan , dilakukan
oleh mujtahid dari kias jalli kepada kias khafi, atau dari hukum kuli kepada
hukum istisna’i.
Dalam pengertian lain istihsan ialah berpindah dari suatu
hukum dalam pandangannya kepada hukum yang berlawanan karena ada suatu yang
dianggap lebih kuat, dengan pertimbangan hukum yang baru lebih baik karena
kondisi dengan tanpa mengubah hukum asalnya, jika kondisi normal
Contoh
Berpakaian sutera bagi laki – laki haram hukumnya, tetapi
karena sangat membutuhkan memakai sarung dari sutera, supaya tidak selalu
menggaruk garuk sebab ia menderita penyakit gatal maka baginya diperkenankan
memakai sarung sutera
Dari
pengertian diatas dan seperti yang diterangkan dalam kitab ushul fiqh islami
karangan wahbah zuhailli istihsan diklasifikasikan menjadi dua yaitu
1.
Kias khafi menguatkan/ mengunggulkan kias jalli dengan dasar adanya
dalil
2.
Istisna’ juzi’iyah itu dari hukum kulli dengan dasar sebuah dalil
Sebelum
di jelaskan bagian yang pertama, menurut wahbah zuhailli setiap kias dan
istihsan itu dibagi menjadi dua .
kias jalli dibagi menjadi dua yaitu qiyas yang
lemah akibatnya dengan menisbathkan pada kekuatan hasil perbandinganya (istihsan
)dan kiyas yang jelas lemahnya , rusaknya , ketetapan kebaikanya
dan akibatnya disebabkan dengan perkara
yang teratur pada kias itu sendiri dari
ma’na yang samar serta berpengaruh di
dalam hukum
Istihsan
dibagi menjadi dua
bagian
juga yang pertama yaitu
1.
istihsan yang kuat akibatnya walaupun samar
2.
istihsan yang jelas
akibatnya atau tidak jelas ( samar) kerusaanya ketika di teliti
Antara
istihsan dan qiyas itu yang lebih diunggulkan ialah kekuatan yang dihasilkan dari kias atau istihsan tersebut, bukan dengan samar atau
jelasnya.jika yang kuat itu adalah hasil dari kias maka kias lebih diunggulkan
dari pada istihsan, yang demikian itu
jika terjadi pertentangan antara
kias dan istihsan maka dapat disimpulkan
menjadi dua yaitu:
A.istihsan bagian pertama lebih diunggulkan
daripada kias yang pertama
B. kias yang kedua lebih diunggulkan dari pada
istihsan yang kedua
Contoh
bagian .Menurut ahli fiqh madzhab hanafi sisa yang dimakan oleh binatang buas
seperti burung garuda , burung gagak, elang , burung bazi burung rajawali
sekalipun suci dan baik, namun dianggap najis secara kias .
Bentuk
kias . sisa yang
dimakan oleh binatang yang haram dimakan dagingnya itu seperti binatang buas
yang menerkam binatang ternak . umpamanya macan tutul, harimau belang, dan
serigala , sisa yang dimakanya itu mengikut pada hukum dagingnya
Bentuk
istihsan . burung buas
itu haram dagingnya , selain itu air ludah yang keluar dari dagingnya , bukan
bercampur dengan sisa yang dimakanya itu . burung itu minum dengan paruh,
padahal paruhnya itu adalah tulang yang bersih. Adapun binatang buas itu minum dengan
lidahnya yang bercampur dengan air ludahnya . dalam hal ini dianggap najis sisa
– sisa barang yang dimakanya itu
Tiap
– tiap contoh yang dikemukakan ini bertentangan antara dua kias satu peristiwa
yang satu jalli dan yang satu khafi, dalil yang dikemukakan mujtahid itu
menguatkan kias khafi , perbandingan ini disebut al ihsan
Contoh
bagian B.
Syariat
melarang orang memperjual belikan sesuatu yang tidak ada .
Kias ,Dilarang memperjanjikan sesuatu yang tidak ada.
Istihsan
keringanan pada , salm, ijarah, muzzaraah
musaqoh dan istishna yaitu sekalian yang merupakan perjanjian . yang
diperjanjikan itu tidak ada diwaktu
mengadakan perjanjian, bentuk istihsan ini dibutuhkan orang dan saling mengerti
Dari
pengertian istihsan dan penjelasanya maka jelas pada hakikatnya dia bukan
menjadi sumber tasyri’ yang berdiri sendiri , karena hukum yang pertama
dalilnya yaitu kias khafi yang menguatkan kias jalli dan hukum macam yang kedua dalilnya ialah
mashlalh mursilah yang melakukan istisna juz’iyah dari hukum kulli semua ini di ibaratkan dengan istihsan
Pembagian
istihsan yang kedua dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1.
Istihsan dengan dalil nash
2.
Istihsan dengan ijma’
3.
Istihsan dengan adad dan urf
4.
Istihsan dengan dhorurot
5.
Istihsan dengan kias khafi
6.
Istihsan dengan maslahat
2. MASLAHAT MURSILAH
Imam
ghozali berkata dalam kitab ushul fiqh islam,
maslahah ialah penjelasan pokok dari menarik kemanfa’atan dan menolak
kerusa’an, imam ghozali menegaskan bahwasanya menarik kemanfaatan dan menolak
kerusaan adalah tujuan dari setiap makhluk dan kebaikan makhluk dalam
menghasilkan tujuanya , akan tetapi imam ghazali juga menegaskan bahwasanya
yang dimaksud maslahah ialah orang yang
menjaga tujuan dari syara’ , dan tujuan syara’ itu ada lima yaitu
menjaga agamanya, dirinya , anaknya, akalnya dan hartanya
Sesuatu
hal yang dijaga dan tergolong dari lima hal tersebut maka hal itu dinamakan
maslahat, dan apabila selain dari lima hal tersebut di sebut mafsadah, menolak
mafsadah termasuk maslahah
Maslahat
dikenal juga dengan dikenal juga
Istislah. Yang artinya; mengambil hukum suatu masalah berdasarkan kemasalahatan
(kebaikan) umum. Yaitu kemasalahatan yang oleh syariat tidak ditetapkan atau
ditiadakan. Masuk dalam masalah adalah menghindarkan kerusakan baik terhadap
indifidu atau masyarakat dalam banyak bidang.
Contoh
maslahah mursalah adalah Umar bin Khatab dimasa kekhilafahannya membuat sebuah
instansi untuk menangani gaji para pasukan kaum muslimin. Kemudian muncul
instansi lainnya untuk menangani masalah-masalah lainnya.
Menurut
sebagian ulama Mashlahatul Mursalah adalah, memelihara maksud Syara’ dengan
jalan menolak segala yang merusakan makhluk. Contohnya, menaiki bis atau
pesawat ketika melaksanakan ibadah haji walau itu tidak ada di zaman Rasulallah
tidak tetapi boleh dilakkukan demi kemashlahatan ummat. Contoh lain, mendirikan
sekolah, madrasah untuk thalabul ilmi, tegasnya melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan agama walau tidak ada di zaman Nabi boleh kita lakukan demi
kemashlahatan ummat yang merupakan tujuan di syaria’atkanya agama
Maslahah itu
dibagi menjadi tiga yaitu
1.
Dhoruriah adalah perkara yang berhubungan dengan kehidupan manusia
didunia dan di akhirat, apabila hal itu tidak ada dalam diri seseorang maka
kehidupanya didunia akan rusak yaitu menjaga agama, diri sendiri, akal, nasab
dan harta
2.
Khajiah adalah sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk menghindarkan
dirinya dari dosa dan ketika sesuatu itu tidak ada maka orang itu akan masuk
dalam dosa tetapi tidak sampai merusak kehidupanya didunia contoh beberapa hal
tentang muamalah (jual beli sewa menyewa) , Rukhsoh dalam perjalanan untuk
sholat qosor, boleh tidak puasa bagi orang hamil, sakit, boleh tidak sholat
bagi orang haidl,Nifas Dll
3.
Tahsiniyah adalah beberapa kebaikan yang dicapai dengan budi
pekerti yang baik serta kebiasaan yang
baik pula seperti bersuci untuk mengerjakan sholat, menggunakan pakaian untuk
perhiasan dan memakai minyak wangi, mencegah sesuatu yang kotor untuk dimakan ,
kasih saying dan berbuat baik pada seseorang Dll
3.‘URF
'Urf
atau kebiasaan menurut sebagian ahli fiqh termasuk salah satu dalil syari’ adalah sesuatu yang biasa terjadi berupa
perkataan, perbuatan, atau meninggalkan di kalangan kaum muslimin,dari
pengertian ini muncul dua hal yaitu urf amali dan urf qouli misalnya urf amali jual beli yang harusnya pakai ijab qobul, pada
suatu kondisi tidak apa-apa jika kebiasaan masyarakat disana tidak
melakukannya,
Urf
qoli misalnya ketika mengucapkan daging ikan tidak menyebutkan kata daging tapi
langsung ikan.
Baik
urf amali dan qouli dibagi menjadi dua yaitu urf khos dan urf ‘am
Urf
khos ialah Urf yang dikenal oleh sebagian ahli negara atau kelompok saja
Urf am ialah urf yang dikanal oleh seseorang
secara menyeluruh didunia atau dikawasan sebuah Negara dari waktu kewaktu contoh penggunaan kata haram dengan kata
thalaq untuk memisah seorang istri
Menurut
annasafi ( Abdullah bin ahmad) dalam kitabnya almustasfa urf ialah sesuatu yang tetap dalam jiwa dilihat
dari segi akal dan cocok dengan watak yang normal
Dalam
syarah takhrir urf ialah sesuatu yang di jalankan berulang – ulang dengan tanpa
adanya ketergantungan terhadap akal
Urf
itu ada dua macam yaitu urf shahih dan Urf fasid
Urf shahih
yaitu apa yang diketahui oleh orang
tidak menyalahi dalil syari’at , tidak menghalalkan yang haramdan tidak
membatalkan yang wajib , seperti orang saling mengetahui ada isteri yang tidak
akan menyerahkan dirinya pada suami kecuali apabila menerima sebagian maharnya ,
orang saling mengetahui bahwa orang yang melamar itu harus menyerahkan pada
perempuan yang dilamarnya berupa perhiasan dan pakaian( Peniset , jawanya ) ,
ini hadiah bukan mahar
Adapun
Urf fasid ialah apa yang saling dikenal orang , tapi berlainan dengan syari’at atau
menghalalkan yang haram, atau membatalkan yang wajib contoh orang saling mengetahui bahwa makan
riba itu hukumnya haram tetapi banyak yang mengerjakanya
4.ISTISHAB
Istishab secara
bahasa ialah pelajaran yang terambil dari shahabat , sedangkan secara istilah
menurut ibnu qoyyim ialah menetapkan
berlakunya hukum yang telah ada atau meniadakan apa – apa yang tidak ditemukan
adanya dalil yang bisa merubah kedudukan berlakunya ketetapan hukum tersebut ,
Dalam kitab
lathoiful isyaroh istishab dijelaskan dengan
berpeganganya seorang mujtahid pada hukum asal pada saat tidak ada dalil
yang menjelaskan status hukum , kasus – kasus hukum yang sedang dihadapi
Sedang menurut
ahli ushul seperti yang dijelaskan dalm kitab ushul fiqh islam ialah hukum penetapan perintah dan larangan pada zaman sekarang
atau akan datang berdasarkan ketetapan
hukum dan tidak adanya hukum pada zaman dahulu karena tidak adanya dalil yang
merubah hukum tersebut.
Istishab itu
ada lima macam
1.istishab
hukum ibahah kepada sesuatu yang tidak ada dalil keharamanya
2. istishab
umum pada sesuatu yang dikehendaki takhsis/ istishab nash pada naskh
3. istishab perkara yang menunjukkan adanya akal dan syara’ atas ketetapan dan
keabadianya , ibnu qoyyim berpendapat tentang ini yaitu istishab sifat yang
menetapkan hukum sehingga ketetapan itu ada perbedaan
4. istishab tidak adanya asal yang diketahui dengan akal dalam
hukum syari’at( tidak ada hukum yang ditetapkan sebelum adanya syara’)
5. istishab hukum yang ditetapkan dengan ijma’ ketika terjadi perbedaan diantara ulama ,
yaitu dengan sepakatnya ahli ijtihad pada satu hal.
5.SADDU ADDZARIAH
/ DZARAI
Saddu
aldariah secara bahasa ialah perantara yang digunakan untuk mencapai sesuatu
sedangkan secara istilah ialah mencegah sesuatu yang menjadi jalan kerusakan
untuk menolak kerusakan atau menyumbat jalan yang menyampaikan seseorang kepada
kerusakan.yang dimaksud dengan sesuatu disini yaitu yang bersifat umum , dan
yang dituju dari saddu dariah dalam pembahasan ini yaitu hukum syariat tentang
taat dan maksiat Contoh, diharamkan
menanam ganja atau opium untuk menutup kerusakan yang akan ditimbulkannya,
yaitu orang-orang menggunakannya untuk memabukkan. Contoh lain, membuat
diskotik karena biasanya sebgai tempat maksiat dan dosa.
Dzarai
dalam penetapan hukum syariat memiliki
dua batasan yaitu memperbolehkan tanpa harus sampai pada kerusaan jika kesimpulanya tidak sesuai( rusak) karna kerusaan dicegah dan mengambil dengan dzarai jika kesimpulanya mengarah pada kebaikan karna
yang dituju disini adalah kebaikan
Seperti
halnya wajib membenarkan dara’i maka wajib pula membuka dzarai, begitu juga
ketika sunnah, makruh dan mubah . darai adalah perantara ketika perantara itu
haram maka yang dituju hukumnya haram , begitu juga ketika wajib maka yang
dituju juga wajib
Yang
dikehendaki dari sebuah hukum itu aa dua yaitu tujuan dan perantara
Tujuan
itu meliputi kebaikan dan kerusakan sedangkan perantara ialah jalan untuk
mencapai tujuan
6.MADZHAB
SAHABAT
Sahabat menurut mayoritas ulama’ ushul ialah
orang mukmin yang bertemu dengan Rasulullah Saw dalam zaman yang lama sedang
menurut mayoritas ahli hadist ialah orang islam yang bertemu Rasulullah Saw dan
meninggal dalam keadaan islam baik lama atau singkat ketika bergaul dengan
Rasull Saw
Setelah
Rasullullah Saw wafat, yang memberikan fatwa kepada orang banyak pada waktu itu
ialah jemaah shahabat. Mereka itu mengetahui fiqh , ilmu
pengetahuan dan apa – apa yang biasa disampaikan oleh rasull Saw, memahami
Alquran dan hukum – hukumnya , inilah yang menjadi sumber dari fatwa – fatwa
dalam bermacam – macam masalah yang terjadi .
Para
imam mujtahid setuju dengan keberadaan madzhab shahabat , karna madzhab sahabat itu menerima khabar
taufiqiy dari Rasulullah Saw .sehingga tidak ada perbedaan dalam penetapan qoul shahabat tentang perkara yang tidak
memiliki ruang lingkup mengeluarkan pandangan( berfikir) dan berijtihad.seperti kata Aisyah r.a hamil
mengandung itu tidak lebih dari Sembilan bulan menerut ukuran biasa , apabila
hal itu benar sumbernya adalah mendengar dari Rasull Saw.
Dan
tidak ada perbedaan juga atas kesepakatan para shahabat/ qoul tentang perkara
yang tidak diketahui perbedaanya , serta tidak ada perbedaan juga atas qoul
sahabat yang dikeluarkan dengan ijtihad , akan tetapi tidak digunakan sebagai
hujjah bagi sahabat yang lain , karena para sahabat berbeda dalam beberapa
permasalahan yang begitu banyak , walaupun perkataan salah satu sahabat menjadi
hujjah bagi yang lainya, akan tetapi tidak sampai mendatangkan perselisihan .
B. HUJJAH DAN
PENDAPAT ULAMA TENTANG KEENAM DASAR
HUKUM ISLAM
Setiap
dasar hukum islam pasti memiliki hujjah dan dalil masing – masing sehingga dasar islam tersebut
dapat digunakan sebagi salah satu cara untuk istinbathil hukmi syar’i seperti
halnya empat dasar hukum islam yang telah disepakati oleh para ulama keenam
dasar hukum yang lain pun juga memiliki beberapa hujjah / dalil dari para
ulama’ sehingga enam dasar ini nanti bisa digunakan sebagai salah satu metode
dalam menentukan sebuah hukum.
Pada
pembahasan kali ini kami akan mencoba memaparkan beberapa pendapat ulama yang
menjadi hujjah dari hukum islam .
Hujjah istihsan
Sebelum di
jelaskan hujjahnya , kami akan coba paparkan beberapa pendapat ulama tentang
istihsan , menurut imam abu hanafi, imam maliki, dan imam hambali istihsan
adalah dalil tasyri’
Dan mengingkari
istihsan sebagi dalil syara’ yaitu imam syafii, kaum dzohariyah, mu’tazilah,
dan ulama syiah imam syafi’I berkata barang siapa yang istihsan maka berarti dia yang
mensyariatkanya artinya dialah yang memulai syariat , menurut imam royyani
istihsan itu didirikan atas dasar hawa nafsunya, mensyariatkan tanpa syariat ,
imam syafii menentukan pembahasanya dalam kitab al um satu fasal tentang kerusaannya
istihsan dengan berkata “ istihsan itu rusak “, dalam kitab arrisalah imam
syafi’i berkata istihsan itu mengenakkan diri sendiri ( karepe dewe) kalu
istihsan itu diperbolehkan dalam salah satu agama maka itu seperti
diperbolehkanya ahli akal tanpa ahli ilmu , dan diperbolehkan mensyariatkan
agama dam semua hal, serta mengeluarkan seseorang dari syariat. Ibnu hazm
berkata “ perkara baik itu ya baik walaupun berusaha dijelk – jelekan , dan
perkara bathil itu ya bathil walaupun berusaha di baik – baikan , maka istihsan
itu benar – benar keinginan mengikuti hawa nafsu dan tersesat, demi alloh
semoga kita dijaga dari dua hal itu
Dari beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan beberapa dalil yang menolak istihsan
diantaranya :
1.
Tidak boleh menetapkan hukum kecuali
dengan dalil nash atau dengan mengkiaskan pada dalil nash , selain itu berarti
mensyari’atkan dengan mengikuti hawa nafsu
2.
Rasull Saw tidak pernah berfatwa dengan istihsan, karena yang
disampaikan berasal dari wahyu Allah Swt
3.
Istihsan itu dasarnya akal , maka orang bodoh dan orang alim itu
sama , kalau istihsan diperbolehkan pada salah satunya setiap manusia boleh
mensyariatkan hukum menurut dirinya sendiri
Beberapa dalil
yang memperbolehkan istihsan :
1.
Menggunakan istihsan itu meninggalkan kesukaran menuju kemudahan
karena itu yang menjadi tujuan dari agama, seperti firman Alloh
يرىد الله بكم
اليسرولا يرىد بكم العسر
واتبعوا احسن ما
انزل اليكم من ربكم
2.
Istihsan ditetapkan dengan menggunakan dalil yang telah disepakati
dan dijadikan hujjah , karena istihsan adakalanya ditetapkan dengan
menggunakan dalil nash , ijma, dhorurot
kias khafi dan maslahah
Orang
– orang yang mengeluarkan hujjah istihsan kebanyakan dari madzhab hanafi ,
dalil mereka terhadap hujjah itu adalah dalil yang dikemukakan dengan istihsan
ini , hanyalah dengan dalil kias khafi menguatkan kias jalli , atau menguatkan
kias untuk kias yang bertentangan , dalil yang memperlakukan tarjih ini atau
berdalilkan atas masalah mursilah terhadap pengecualian yang berasal dari hukum
kulli , kesemua dalil ini sah.
Hujjah maslahah
Mursilah
Menurut mayoritas ulama maslahah mursilah tidak digunakan secara
muthlak, sedang menurut imam malik dan imam kharamain maslahat mursilah
digunakan sebagai Hujjah syar’i secara muthlak , imam ghozali sendiri dapat
digunakan sebagai hujjah syar’I jika dihadapkan pada perkara dhorurot yang
sifatnya qoth’i dan kulli , penjelasan dhorurot telah kami paparkan
diatas,adapun imam syafi’I , kaum
dhohariah , syiah dan ibnu hajib dari pengikut imam malik melarang maslahah
mursilah sebagai hujjah , sedangkan imam maliki dan imam hambali
memperbolehkanya.
Seseorang
menggunakan maslahah mursilah sebagai dalil tasyri’ berdasarkan dua hal yaitu:
1.
Memperbaruhi kemaslahatan masyarakat dan tidak mengadakan larangan
– larangan , kalau tidak disyariatkan dengan hukum maka dengan apa orang –
orang melakukan pembaharuan , dengan apa orang mengadakan, mengembangkan dan
mempersempit ruamng tasyri’ terhadap kemaslahatan yang difikirkan oleh syari.
2.
Ketetapan tasyri’, sahabat dan tabiin begitu juga imam – imam
mujtahid , nyatanya mereka mensyariatkan hukum untuk menetapkan secara mutlak
kemaslahatan masyarakat , bukan hanya sekedar mengadakan saksi dengan
keterangan – keterangan yang diberikanya
Syariat
dibinakan kepadanya karena dia ada kemaslahatan , tidak ada dalil syar’i untuk
membatalkanya . mereka tidak menegakkan syariat itu untuk keseelamatan sebelum
ada orang yang menyaksikan syar’i itu dengan I’tibarnya.
Hujjah Urf
Ulama ahli fiqh
mencari dalil
dengan menggunakan urf sebagai tasyri sesuai dengan firman Allah Swt
خد
العفو وأمر بالعرف اى معروف – واعريض عن الجاهلين
Atas dasar itu dan ketentuan imam
hanafi dan maliki , urf itu keberadaanya sebagai dalil syar’i , dasar dari
beberapa dasar penetapan hukum serta menjadi syarat.
Imam syafi’i berkata urf itu dalah
urf amali bukan qauli dengan dalil
nashnya
Urf yang dapat
diterima yang disepakati yaitu urf yang benar dan terlaku pada masa
sahabat, orang – orang setelahnya dan
tidak ada perselisihan dalam nash syar’i serta qoidah dasarnya, sehingga imam
hanafi menetapkan urf am yang
meninggalkan kias dan membenarkan
dengan dalil syar’i, selain imam hanafi menetapkan urf am dengan
mengkhususkan lafadz am serta menguatkanya
secara mutlaq, menjelaskan hakikatnya
lafadz secara bahasa jika urf itu urf qauli dan menjelaskan dengan dalil nash
syari’ jika mengarah pada hal – hal nash
Adapun urf khas itu dikatakan sebagai urf khas jika ada nash sahabat, oleh karena itu
urf khas lebih di tetapkan dari pada urf am dalam menetapkan hukumnya
Urf yang shahih
itu wajib dipelihara pada tasyri’ dan pada hukum. Mujtahid harus memeliharanya
pada tasyri’nya itu , dan bagi hakim yang dipelihara itu hukumnya, karena apa
yang diketahui dan apa yang dijali orang itu dapat dijadikan hujjah,
kesepakatan dan kemaslahatan mereka , selama tidak menyalahi syariat maka wajib
memeliharanya .
Adapun arf
fasid , tidak wajib memeliharanya karena dalam pemeliharaanya itu ada dalil
syar’i yang bertentangan atau membatalkan hukum syar’i apabila seseorang
mengetahui salah satu perjanjian itu ada yang fasid maka tidak ada arf yang berpengaruh dalam memperbolehkanya
seperti perjanjian riba.
Hujjah istishab
Istishab itu
lain dari dalil syar’i yang menjadi dasar bagi mujtahid untuk mengetahui hukum,
tentang apa yang dikemukakan kepadanya. Ahli ushul mengatakan, selain dari
lingkungan fatwa dan hukum sesuatu, maka tetap demikian adanya, sebelum ada
dalil yang mengubahnya. Seseorang tetap dianggap hidup dimana dia berada,
sebelum ada keterangan yang jelas yang mengatakan kematianya.
Dalam
menanggapi boleh atau tidaknya teori istishab dijadikan sebagai hujjah dalam
istinbathil hukmi al – Syar’iy , para ahli hukum islam berbeda pendapat sesuai
latar belakang keilmuanya masing – masing diataranya:
1.
Ulama mutakallimin seperti hasan al basyri berpendapat bahwa secara
mutlaq istishab tidak dapat digunakan sebagai hujjah dalam istinbathil hukmi
sebab menentukan kepastian ada dan tidaknya
hukum, harus bisa dibuktikan dengan adanya dalil
2.
Mayoritas ulama ( syafi’I, Maliky, dan hambaly) berpendapat bahwa istishab dapat dijadikan
sebagai istinbathil hukmi secara mutlaq selama belum ada dasar lain yang
merubahnya
3.
Sebagian ulama mutaakhirin dari kelompok hanafiyah berpendapat
teori istishab bukan merupakan hujjah dalam menetapkan sesuatu yang tidak tetap , tetapi hanya
melestarikan sebab istishab merupakan hujjah dari ketetapan yang sudah ada
berdasarkan keadaan semula.
Dari ketiga pandangan itu istishab
tetap saja diperbolehkan sebagai hujjah istinbath hukum syar’i baik ibadah,
muamalah, adat dll karena hal itu akan memberikan peluang yang baik bagi
praktisi hukum dalam mengeluarkan atau menetapkan fatwa – fatwa mereka secara
mudah.
Contoh :
Arca emas yang bobotnya kurang dari
20 dinar , tetapi nilai jualnya melebihi bobot 20 dinar ,
Dalam menanggapi wajib atau tidaknya
mengeluarkan zakat , para ahli hukum berbeda pendapat
Imam syafi’i berpendapat bahwa harat
itu tidak wajib zakat , sebab menurut
hukum asal harta ini belum mencapai nominal wajib zakat yaitu kurang dari 20 dinar
Menurut imam abi hanifah wajib zakat
karena yang dinilai bukan bobotnya tetapi nilai jualnya yang lebih dari nilai
nominal harta yang wajib mengeluarkan zakat
Dengan demikian,
maka dasar pijakan dari diaplikasikanya teori istishab adalah teori asal
sebagai berikut
الاصل
بقاء ما كان على ما كان حتى يثبت ما يغير ه
Asal sesuatu itu merupakan ketetapan
terhadap sesuatu yang sudah ada berdasarkan pada semula, sampai ditemukan
adanya ketetapan lain yang merubahnya.
ما
ثبت باليقين لا يزول با لشك
Apa yang sudah tetap berdasarkan
keyakinan , tidak akan hilang karena keragu – raguan
الاصل فى الانسان البراءة
Asal yang ada pada manusia itu adalah kebebasan .
Hujjah sa’du
addzariah / Ad dzara’iy
Menurut imam
malik dan imam ahmad dara’i itu
permulaan dasar dari beberapa dasar fiqh, menurut ibnu Qayyim Sadda Dzara’i itu
seperempat agama
Imam syafi’i
dan imam hanafi menggunakan Dzara’i pada sebagian hal dan meninggalkanya pada
bagian lain, ibnu hazm dari aliran dzohariyah mengingkarinya secara mutlaq
Beberapa dalil
tentang penetapan dzara’i salah satunya diambil dari Alquran dan hadist
يا يها الذين امنوا لا تقو لوا را عنا و قولوا انظرنا واسمعوا
Orang – orang yahudi menggunakan
ayat diatas untuk memaki Rasulullah Saw
وا ساءلهم عن القرية التي كا نت حا ضرة البحر اذ يعدون فى السبت اذ
تاء تيهم حيتا نهم يوم سبتهم شرعا ويوم لا يسبتون لا تاء تيهم كذ لك نبلوهم بما كا
نوا يفسقون
Hadist Rasull Saw
دع ما يريبك الى ما لا يريبك
ان الحلا ل بين وان الحرام بين وبينهما امور مشتبهات
Ibnu
taimiyah mengambil dalil tentang saddu dzariyah pada syahid qouli dan amali
dari hadist Rasull Saw
1.
Hadist terdahulu yang melarang untuk memaki kedua orang tuanya atau
yang lainya, sehingga dalam hal ini dilarang tidak ada perantara untuk memaki
orang tuanya sendiri karena dilarang juga memaki orang lain
2.
Rasulullah Saw melarang melamar wanita yang dalam masa iddah,karena
terkadang rasulullah itu melakukan perkara yang lebih besar dari itu yaitu
menjadi suami dari beberapa wanita dalam masa iddah
3.
Melarangnya Rasulullah Saw jual beli dan meminjam, jika itu dilakukan
sendiri – sendiri maka boleh supaya tidak masuk dalam Riba
4.
Rasulullah Saw dan para sahabat melarang pada orang yang meminjami
untuk menerima hadiah dari orang yang menerima pinjaman sehingga
menghitung hadiah itu termasuk hutangnya,hal itu supaya tidak diambil sebagai hadiah karena
telah melunasi hutangnya karena itu termsuk riba .
5.
Rasulullah melarang
memberikan warisan pada seorang pembunuh.
6.
Para sahabat sepakat untuk menumpas perkumpulan yang bersatu
bersamaan dengan apa yang ada didalamnya sampai habis , supaya tidak ada perantara
untuk berbuat dosa
7.
Alloh melarang rasulullah untuk mengeraskan suaranya dalam membaca
alqur’an ketika berada di kota makkah
Dan masih banyak lagi dalil tentang saddu dzara’i bahkan ibnu
qayyim merincinya menjadi 99 dalil tentang hal itu besaerta dalil yang
mencegahnya
Hujjah Madzhab
sahabat
madzhab sahabat
digunakan sebagai dalil syar’i masih banyak pertentangan ada yang
memperbolehkan dan ada yang menolaknya
dibawah ini
kami akan menuliskan beberapa dalil yang menolak madzhab sahabat sebagai hujjah
atau dalil tasyri’.
1.
alqur’an ( عتبروا يا اولى الا بصر فا(
Alloh Swt
memerintahkan ulil abshar untuk mengambil pelajaran( I’tibar) yang dimaksud adalah ijtihad, yaitu
meniadakan taqlid . ijtihad itu membahas dalil sedangkan taqlid itu mengambil
dalil dari orang lain, walaupun mengikuti madzhab sahabat itu wajib tapi masih
wajib mendahulukan kias , kias itu mengandung dua hal yaitu memindah dan
mendengarkan, dan memindah itu mendahului kias, akan tetapi kias itu lebih
didahulukan oleh para ulama dalam mencari dalil
dari pada madzhab sahabat yang telah kita ketahui , disamping itu kias
derajatnya no 4 dari sumber hukum islam setelah alquran, hadist dan ijma’
2.
Ijma’
Para sahabat bersepakat atas kebolehan dalam perbedaan antara yang
satu dengan yang lainya, apabila qaul sahabat yang satu dijadikan hujjah maka
yang lain wajib mengikutinya, akan tetapi kenyatanya menolak pendapat sahabat
yang berselisih antara satu dan yang lainya
3.
Akal
Sahabat itu ahli ijtihad , dan mujtahid itu tidak lepas dari lupa
dan salah , maka tidak wajib mengikutinya dan bagi orang setelahnya tidak perlu
mengamalkanya
4.
Sahabat menetapkan para tabi’in dengan ijtihadnya dan pendapatnya
para tabiin berbeda denengan para sahabat, ketika perkataan sahabat menjadi
hujjah bagi yang lainya ,kenapa para tabiin boleh ijtihad
Contoh
perbedaan yang terjadi antara masruq dan ibnu abbas tentang nadzar dengan menyembelih
anak , masruq menjawab tentang yang dinadarkanya itu kambing,sedangkan ibnu
abbas mewajibkan menyembelih seratus unta masruq menjawab “ tidak ada anak yang
lebih baik kecuali nabi ismail, maka ibnu abbas mengembalikan pada pendapat
masruq.
dibawah
ini beberapa dalil yang menetapkan
madzhab sahabat sebagai hujjah atau dalil tasyri’
1.
Alqur,an (خير
امة اخرجت للناس تاء مرون بالعروف وتنهون عن المنكر كنتم )
2.
Hadist
خير القرون القرن الذى انا فيه
اصحا بى كالنجوم بايهم اقتديتم اهتديتم
اقتدوا بالذين من بعد ى : ابى بكر و عمر
3.
Akal
Perkataan
sahabat itu dijadikan hujjah karena dari mendengarkan Rasulullah Saw dan keutamaan yang aa pada sahabat itu karena mendapat
barakah bergaul dengan rasulullah Saw
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Sumber hukum islam yang telah disepakati dan menjadi mpokok dasar
hukum islam itu ada empat, kemudian ada beberapa sumber hukum lain yang menjadi sumber turunan karena
dasarnya juga berasal dari sumber- sumber pokok yaitu istihsan, maslahat
mursilah, urf , istihsab, saddu dzariah
dan madzhab sahabat. Keenam sumberhukum tersebut tujuannya sama yaitu
untuk istinbath dalam penetapan hukum hanya saja metode dan cara yang digunakan
berbeda , dari beberapa pengertian diatas maka semua dasar hukum islam itu
tujuanya untuk mengatur keberlangsungan hidup manusia untuk menjadi individu
yang lebih baik lagi , sumber – sumber tersebut difungsikan menurut kebutuhanya
masing – masing baik ketika ada pertentangan , ketetapan , perbedaabn antara
ulama dll , dalam ilmu ushul fiqh tentunya itu juga perlu dipelajari karena
menjadi perbandingan dalam mencari dalil serta memperluas wawasan kita dalam
mempelajari sumber – sember hukum islam
Namun tidak dapat dipungkiri juga perbedaan selalu ada dan muncul
dalam suatu program , metode dan yang lainya.
tak luput juga tentang sumber hukum islam ini , ulama – ulama banyak
yang berbeda pendapat dalam menentukan kebolehan dan tidak bolehnya untuk menggunakan
dasar hukum islam yang enam ini misalnya imam syafi’i yang selalu berbeda dari
imam – imam madzhab yang lain , untuk mengetahui itu kami juga berusaha
memaparkan perbedaan perbedaan itu agar dapat menjadi pertimbangan bagi kita .
Demikianlah pemaparan materi kami tentang makalah yang berjudul istihsan,
maslahah mursilah, urf, saddu dzariah istihsab dan madzhab sahabat ,
Apabila banyak kekeliruan atau yang kekurangan
mohon koreksinya supaya dapat menambah pengetahuan kami dalam penulisan
karya ilmiah , wallahu a’lam bisshawab .
DAFTAR
PUSTAKA
Syekh Abdul Wahab Khallaf., ilmu ushul fikih, Jakarta: Rineka Cipta, 1995
Ma’shum zein .MA. Drs.,Pengantar Memahami tashil Ath Thuruqot , jombang : Darul Hikmah, 2008
Mahmud yunus.H.DR. Prof., Kamus Arab - Indonesia , Jakarta: Hidakarya Agung , 1989
Wahbah Zuhailli. Dr, Ushul Fiqh Islami, Damaskus : Darul Fikr , 1986
Moh. Adib. Bisri , Tarjamah Al Faraidul Bahiyyah, Kudus : Menara Kudus, 1977
Izin download 🙏 semoga berkah selalu untuk semuanya
BalasHapus